Apa sih Enterobacter sakazakii itu?
E. sakazakii pertama kali ditemukan pada 1958 pada 78 kasus bayi dengan infeksi meningitis. Sejauh ini juga dilaporkan beberapa kasus yang serupa pada beberapa negara. Meskipun bakteri ini dapat menginfeksi pada segala usia, risiko terbesar terkena adalah usia bayi. Peningkatan kasus yang besar dilaporkan terjadi di bagian Neonatal Intensive Care Units (NICUs) beberapa rumah sakit di Inggris, Belanda, Amerika, dan Kanada.
Di Amerika Serikat angka kejadian infeksi E. sakazakii yang pernah dilaporkan adalah 1 per 100.000 bayi. Terjadi peningkatan angka kejadian menjadi 9,4 per 100.000 pada bayi dengan berat lahir sangat rendah (< 1.5 kg) . Sebenarnya temuan peneliti IPB tersebut mungkin tidak terlalu mengejutkan karena dalam sebuah penelitian prevalensi kontaminasi di sebuah negara juga didapatkan dari 141 susu bubuk formula didapatkan 20 kultur positif E. sakazakii. E. sakazakii adalah suatu kuman jenis gram negatif dari keluarga enterobacteriaceae. Organisme ini dikenal sebagai yellow pigmented Enterobacter cloacae. Pada 1980, bakteri ini diperkenalkan sebagai bakteri jenis yang baru berdasarkan pada perbedaan analisis hibridasi DNA, reaksi biokimia dan uji kepekaan terhadap antibiotika. Disebutkan, dengan hibridasi DNA menunjukkan E. sakazakii 53-54 persen dikaitkan dengan 2 spesies yang berbeda genus, yaituEnterobacter dan Citrobacter.
Pada penelitian tahun 2007, beberapa peneliti mengklarifikasi kriteria taxonomy dengan menggunakan cara lebih canggih, yaitu dengan f-AFLP, automated ribotyping, full-length 16S rRNA gene sequencing and DNA-DNA hybridization. Hasil yang didapatkan adalah klasifikasi alternatif dengan temuan genus baru, yaitu Cronobacter yang terdiri dari 5 spesies.
Hingga saat ini tidak banyak diketahui tentang virulensi dan daya patogeniotas bakteri berbahaya ini. Bahan enterotoxin diproduksi oleh beberapa jenis strain kuman. Dengan menggunakan kultur jaringan, diketahui efek enterotoksin dan beberapa strain tersebut. Didapatkan 2 jenis strain bakteri yang berpotensi sebagai penyebab kematian, sedangkan beberapa strain lainnya non-patogenik atau tidak berbahaya. Hal inilah yang mungkin menjelaskan kenapa sudah ditemukan demikian banyak susu terkontaminasi, tetapi belum banyak dilaporkan terjadi korban terinfeksi bakteri tersebut.
Meskipun sangat jarang, infeksi karena bakteri ini dapat mengakibatkan penyakit yang sangat berbahaya sampai dapat mengancam jiwa, di antaranya adalah neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi), hidrosefalus (kepala besar karena cairan otak berlebihan), sepsis (infeksi berat) , dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat saluran cerna). Sedangkan pada beberapa kasus dilaporkan terjadi infeksi saluran kencing.
Secara umum, tingkat kefatalan kasus (case-fatality rate) atau risiko untuk dapat mengancam jiwa berkisar antara 40-80 persen pada bayi baru lahir yang mendapat diagnosis infeksi berat karena penyakit ini. Infeksi otak yang disebabkan karena E. sakazakii dapat mengakibatkan infark atau abses otak (kerusakan otak) dengan bentukan kista, gangguan persarafan yang berat dan gejala sisa gangguan perkembangan.
Gejala yang dapat terjadi pada bayi atau anak di antaranya adalah diare, kembung, muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, kesadaran menurun (malas minum, tidak menangis), mendadak biru, sesak hingga kejang. Bayi prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) dan penderita dengan gangguan kekebalan tubuh adalah individu yang paling berisiko untuk mengalami infeksi ini. Meskipun juga jarang bakteri patogen ini dapat mengakibatkan bakterimeia dan osteomielitis (infeksi tulang) pada penderita dewasa. Pada penelitian terakhir didapatkan kemampuan 12 jenis strain E. sakazakiiuntuk bertahan hidup pada suhu 58 derajat celsius dalam pemanasan rehidrasi susu formula.
Pencemaran
Terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah dari puting sapi. Lubang puting susu memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri tumbuh di sekitarnya. Bakteri ini ikut terbawa dengan susu ketika diperah. Meskipun demikian, aplikasi teknologi dapat mengurangi tingkat pencemaran pada tahap ini dengan penggunaan mesin pemerah susu (milking machine) sehingga susu yang keluar dari puting tidak mengalami kontak dengan udara.
Pencemaran susu oleh mikroorganisme lebih lanjut dapat terjadi selama pemerahan (milking), penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan aktivitas pra-pengolahan (pre-processing) lainnya. Mata rantai produksi susu memerlukan proses yang steril dari hulu hingga hilir sehingga bakteri tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam susu.
Peralatan pemerahan yang tidak steril dan tempat penyimpanan yang tidak bersih dapat menyebabkan tercemarnya susu oleh bakteri. Susu memerlukan penyimpanan dalam temperatur rendah agar tidak terjadi kontaminasi bakteri. Udara yang terdapat dalam lingkungan di sekitar tempat pengolahan merupakan media yang dapat membawa bakteri untuk mencemari susu. Pengolahan susu sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam ruangan tertutup.
Manusia yang berada dalam proses memerah dan mengolah susu dapat menjadi penyebab timbulnya bakteri dalam susu. Tangan dan anggota tubuh lainnya harus steril ketika memerah dan mengolah susu. Bahkan, embusan napas manusia ketika proses memerah dan mengolah susu dapat menjadi sumber timbulnya bakteri. Sapi perah dan peternak yang berada dalam sebuah peternakan harus dalam kondisi sehat dan bersih agar tidak mencemari susu. Proses produksi susu di tingkat peternakan memerlukan penerapan good farming practice seperti yang telah diterapkan di negara-negara maju.
Antisipasi
Dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa negara tersebut sebenarnya Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), United States Food and Drug Administration (USFDA) dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril.
Adapun susu formula cair yang siap saji dianggap sebagai produk komersial steril karena dengan proses pemanasan yang cukup. Dengan demikian, di bagian perawatan bayi NICU, USFDA menggunakan perubahan rekomendasi dengan pemberian susu bayi formula cair siap saji untuk penderita bayi prematur yang rentan terjadi infeksi. Sayangnya di Indonesia produk susu tersebut belum banyak dan relatif mahal harganya.
Rekomendasi lain yang harus diperhatikan untuk mengurangi risiko infeksi tersebut adalah cara penyajian yang baik dan benar. Di antaranya adalah menyajikan hanya dalam jumlah sedikit atau secukupnya untuk setiap kali minum untuk mengurangi kuantitas dan waktu susu formula terkontaminasi dengan udara kamar. Meminimalkan hang time atau waktu antara kontak susu dan udara kamar hingga saat pemberian. Waktu yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 4 jam. Semakin lama waktu tersebut meningktkan risiko pertumbuhan mikroba dalam susu formula tersebut.
Hal lain yang penting adalah memerhatikan dengan baik dan benar cara penyajian susu formula bagi bayi, sesuai instruksi dalam kaleng atau petunjuk umum. Peningkatan pengetahuan orangtua, perawat bayi, dan praktisi klinis lainnya tentang prosedur persiapan dan pemberian susu formula yang baik dan benar harus terus dilakukan.
Terlepas benar-tidaknya akurasi temuan tersebut, sebaiknya pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan harus bertindak cepat dan tepat sebelum terjadi kegelisahan dan korban yang memakan jiwa. Sedangkan orangtua tetap waspada dan tidak perlu kawatir berlebihan ternyata temuan tersebut juga pernah dilaporkan oleh USFDA, tetapi tidak terjadi kasus luar biasa. Hal ini karena mungkin sebagian besar adalah kuman non-pathogen atau yang tidak berbahaya. Tetapi apa pun juga, jangan sampai terjadi banyak anak Indonesia terkorbankan hanya karena keterlambatan mengantisipasi keadaan.
Susu yang terkontaminasi penyebab infeksi:
Clostridium botulinum, satu kasus infeksi (Inggris, 2001) Enterobacter sakazakii,beberapa kasus (beragam negara) Salmonella agona, satu kasus infeksi (Perancis, 2005)Salmonella anatum, satu kasus infeksi (Inggris, 1996) Salmonella bredeney, dua kasus (Australia, 1977; Perancis, 1988) Salmonella ealing, satu kasus (Inggris, 1985)Salmonella london, satu kasus (Korea, 2000) Salmonella tennessee, satu kasus (Amerika Serikat, Kanada, 1993) Salmonella virchow, satu kasus (Spanyol, 1994)
Susu terkontaminasi bakteri di rumah sakit :
Citrobacter freundii, satu kasus Enterobacter sakazakii dan Leuconostoc mesenteroides, satu kasus Enterobacter sakazakii, beberapa kasus Escherichia coli, satu kasusSalmonella isangi, satu kasus Salmonella saintpaul, satu kasus Serratia marcescens,satu kasus.
Pengawasan Peredaran Susu Formula Harus Dibenahi!
Susu formula mengandung bakteri enterobacter sakazakii diduga beredar di masyarakat. Berkaca dari kejadian itu, perlu ada pengawasan ekstra dalam distribusi dan pengamanan produk susu.
"Kontaminasi ini terjadi karena pengawasan di supply change tapi juga secure dari kontaminasi. Di Amerika kan kuat (pengawasannya). Pengawasan konsumen kuat. Ini perlu dibenahi," ujar Deputi Bidang Perindustrian dan Perdagangan Kementerian Koordinator Perekonomian Edy Putra Irawady ketika ditemui di sela Seminar 'Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015' di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (16/2/2011).
Edy menegaskan konsumen bisa menggugat perusahaan susu formula yang terbukti memproduksi susu yang tercemar enterobacter sakazakii sebagai hukuman terberat bagi produsen susu formula tersebut.
"Harus tarik itu manusia. Konsumen bisa gugat," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat- obatan dan Makanan serta IPB, Kamis (10/2/2011) mengumumkan susu formula yang tercemar enterobacter sakazakii.
Putusan Mahkamah Agung yang mewajibkan tiga lembaga itu mempublikasikan daftar susu formula yang diduga tercemar bakteri tersebut hingga akhir Februari 2011. Kasus ini bermula ketika Institut Pertanian Bogor mengungkapkan hasil penelitiannya pada Februari 2008. Sebanyak 22,73 persen susu formula dan makanan bayi mengandung Enterobacter sakazakii.
Bakteri ini berbahaya bagi organ tubuh seperti pembuluh darah, selaput otak, saraf tulang belakang, limpa, dan usus bayi. Penelitian tersebut dilakukan selama 3 tahun terhadap 22 sampel susu yang mengandung bakteri enterobacter sakazaii antara tahun 2003-2006. Penelitian dilakukan terhadap tikus yang diinfeksi enterobacter.
Hasilnya tikus itu mengidap enteritis (peradangan saluran pencernaan) , sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak). Kemudian, sejumlah pihak mendesak Kementerian Kesehatan, BPOM dan IPB mengumumkan susu formula yang tercemar tersebut.
Namun, ketiganya menolak dengan beberapa alasan antara lain pertimbangan etika, penelitian belum teruji pada manusia tetapi pada tikus, dan belum ditemukan kasus bayi yang terinfeksi enterobacter setelah mengkonsumsi susu.
Utamakan ASI
Pada penelitian tahun 2007, beberapa peneliti mengklarifikasi kriteria taxonomy dengan menggunakan cara lebih canggih, yaitu dengan f-AFLP, automated ribotyping, full-length 16S rRNA gene sequencing and DNA-DNA hybridization. Hasil yang didapatkan adalah klasifikasi alternatif dengan temuan genus baru, yaitu Cronobacter yang terdiri dari 5 spesies.
Hingga saat ini tidak banyak diketahui tentang virulensi dan daya patogeniotas bakteri berbahaya ini. Bahan enterotoxin diproduksi oleh beberapa jenis strain kuman. Dengan menggunakan kultur jaringan, diketahui efek enterotoksin dan beberapa strain tersebut. Didapatkan 2 jenis strain bakteri yang berpotensi sebagai penyebab kematian, sedangkan beberapa strain lainnya non-patogenik atau tidak berbahaya. Hal inilah yang mungkin menjelaskan kenapa sudah ditemukan demikian banyak susu terkontaminasi, tetapi belum banyak dilaporkan terjadi korban terinfeksi bakteri tersebut.
Meskipun sangat jarang, infeksi karena bakteri ini dapat mengakibatkan penyakit yang sangat berbahaya sampai dapat mengancam jiwa, di antaranya adalah neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi), hidrosefalus (kepala besar karena cairan otak berlebihan), sepsis (infeksi berat) , dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat saluran cerna). Sedangkan pada beberapa kasus dilaporkan terjadi infeksi saluran kencing.
Secara umum, tingkat kefatalan kasus (case-fatality rate) atau risiko untuk dapat mengancam jiwa berkisar antara 40-80 persen pada bayi baru lahir yang mendapat diagnosis infeksi berat karena penyakit ini. Infeksi otak yang disebabkan karena E. sakazakii dapat mengakibatkan infark atau abses otak (kerusakan otak) dengan bentukan kista, gangguan persarafan yang berat dan gejala sisa gangguan perkembangan.
Gejala yang dapat terjadi pada bayi atau anak di antaranya adalah diare, kembung, muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, kesadaran menurun (malas minum, tidak menangis), mendadak biru, sesak hingga kejang. Bayi prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) dan penderita dengan gangguan kekebalan tubuh adalah individu yang paling berisiko untuk mengalami infeksi ini. Meskipun juga jarang bakteri patogen ini dapat mengakibatkan bakterimeia dan osteomielitis (infeksi tulang) pada penderita dewasa. Pada penelitian terakhir didapatkan kemampuan 12 jenis strain E. sakazakiiuntuk bertahan hidup pada suhu 58 derajat celsius dalam pemanasan rehidrasi susu formula.
Pencemaran
Terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah dari puting sapi. Lubang puting susu memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri tumbuh di sekitarnya. Bakteri ini ikut terbawa dengan susu ketika diperah. Meskipun demikian, aplikasi teknologi dapat mengurangi tingkat pencemaran pada tahap ini dengan penggunaan mesin pemerah susu (milking machine) sehingga susu yang keluar dari puting tidak mengalami kontak dengan udara.
Pencemaran susu oleh mikroorganisme lebih lanjut dapat terjadi selama pemerahan (milking), penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan aktivitas pra-pengolahan (pre-processing) lainnya. Mata rantai produksi susu memerlukan proses yang steril dari hulu hingga hilir sehingga bakteri tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam susu.
Peralatan pemerahan yang tidak steril dan tempat penyimpanan yang tidak bersih dapat menyebabkan tercemarnya susu oleh bakteri. Susu memerlukan penyimpanan dalam temperatur rendah agar tidak terjadi kontaminasi bakteri. Udara yang terdapat dalam lingkungan di sekitar tempat pengolahan merupakan media yang dapat membawa bakteri untuk mencemari susu. Pengolahan susu sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam ruangan tertutup.
Manusia yang berada dalam proses memerah dan mengolah susu dapat menjadi penyebab timbulnya bakteri dalam susu. Tangan dan anggota tubuh lainnya harus steril ketika memerah dan mengolah susu. Bahkan, embusan napas manusia ketika proses memerah dan mengolah susu dapat menjadi sumber timbulnya bakteri. Sapi perah dan peternak yang berada dalam sebuah peternakan harus dalam kondisi sehat dan bersih agar tidak mencemari susu. Proses produksi susu di tingkat peternakan memerlukan penerapan good farming practice seperti yang telah diterapkan di negara-negara maju.
Antisipasi
Dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa negara tersebut sebenarnya Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), United States Food and Drug Administration (USFDA) dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril.
Adapun susu formula cair yang siap saji dianggap sebagai produk komersial steril karena dengan proses pemanasan yang cukup. Dengan demikian, di bagian perawatan bayi NICU, USFDA menggunakan perubahan rekomendasi dengan pemberian susu bayi formula cair siap saji untuk penderita bayi prematur yang rentan terjadi infeksi. Sayangnya di Indonesia produk susu tersebut belum banyak dan relatif mahal harganya.
Rekomendasi lain yang harus diperhatikan untuk mengurangi risiko infeksi tersebut adalah cara penyajian yang baik dan benar. Di antaranya adalah menyajikan hanya dalam jumlah sedikit atau secukupnya untuk setiap kali minum untuk mengurangi kuantitas dan waktu susu formula terkontaminasi dengan udara kamar. Meminimalkan hang time atau waktu antara kontak susu dan udara kamar hingga saat pemberian. Waktu yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 4 jam. Semakin lama waktu tersebut meningktkan risiko pertumbuhan mikroba dalam susu formula tersebut.
Hal lain yang penting adalah memerhatikan dengan baik dan benar cara penyajian susu formula bagi bayi, sesuai instruksi dalam kaleng atau petunjuk umum. Peningkatan pengetahuan orangtua, perawat bayi, dan praktisi klinis lainnya tentang prosedur persiapan dan pemberian susu formula yang baik dan benar harus terus dilakukan.
Terlepas benar-tidaknya akurasi temuan tersebut, sebaiknya pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan harus bertindak cepat dan tepat sebelum terjadi kegelisahan dan korban yang memakan jiwa. Sedangkan orangtua tetap waspada dan tidak perlu kawatir berlebihan ternyata temuan tersebut juga pernah dilaporkan oleh USFDA, tetapi tidak terjadi kasus luar biasa. Hal ini karena mungkin sebagian besar adalah kuman non-pathogen atau yang tidak berbahaya. Tetapi apa pun juga, jangan sampai terjadi banyak anak Indonesia terkorbankan hanya karena keterlambatan mengantisipasi keadaan.
Susu yang terkontaminasi penyebab infeksi:
Clostridium botulinum, satu kasus infeksi (Inggris, 2001) Enterobacter sakazakii,beberapa kasus (beragam negara) Salmonella agona, satu kasus infeksi (Perancis, 2005)Salmonella anatum, satu kasus infeksi (Inggris, 1996) Salmonella bredeney, dua kasus (Australia, 1977; Perancis, 1988) Salmonella ealing, satu kasus (Inggris, 1985)Salmonella london, satu kasus (Korea, 2000) Salmonella tennessee, satu kasus (Amerika Serikat, Kanada, 1993) Salmonella virchow, satu kasus (Spanyol, 1994)
Susu terkontaminasi bakteri di rumah sakit :
Citrobacter freundii, satu kasus Enterobacter sakazakii dan Leuconostoc mesenteroides, satu kasus Enterobacter sakazakii, beberapa kasus Escherichia coli, satu kasusSalmonella isangi, satu kasus Salmonella saintpaul, satu kasus Serratia marcescens,satu kasus.
Pengawasan Peredaran Susu Formula Harus Dibenahi!
Susu formula mengandung bakteri enterobacter sakazakii diduga beredar di masyarakat. Berkaca dari kejadian itu, perlu ada pengawasan ekstra dalam distribusi dan pengamanan produk susu.
"Kontaminasi ini terjadi karena pengawasan di supply change tapi juga secure dari kontaminasi. Di Amerika kan kuat (pengawasannya). Pengawasan konsumen kuat. Ini perlu dibenahi," ujar Deputi Bidang Perindustrian dan Perdagangan Kementerian Koordinator Perekonomian Edy Putra Irawady ketika ditemui di sela Seminar 'Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015' di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (16/2/2011).
Edy menegaskan konsumen bisa menggugat perusahaan susu formula yang terbukti memproduksi susu yang tercemar enterobacter sakazakii sebagai hukuman terberat bagi produsen susu formula tersebut.
"Harus tarik itu manusia. Konsumen bisa gugat," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat- obatan dan Makanan serta IPB, Kamis (10/2/2011) mengumumkan susu formula yang tercemar enterobacter sakazakii.
Putusan Mahkamah Agung yang mewajibkan tiga lembaga itu mempublikasikan daftar susu formula yang diduga tercemar bakteri tersebut hingga akhir Februari 2011. Kasus ini bermula ketika Institut Pertanian Bogor mengungkapkan hasil penelitiannya pada Februari 2008. Sebanyak 22,73 persen susu formula dan makanan bayi mengandung Enterobacter sakazakii.
Bakteri ini berbahaya bagi organ tubuh seperti pembuluh darah, selaput otak, saraf tulang belakang, limpa, dan usus bayi. Penelitian tersebut dilakukan selama 3 tahun terhadap 22 sampel susu yang mengandung bakteri enterobacter sakazaii antara tahun 2003-2006. Penelitian dilakukan terhadap tikus yang diinfeksi enterobacter.
Hasilnya tikus itu mengidap enteritis (peradangan saluran pencernaan) , sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak). Kemudian, sejumlah pihak mendesak Kementerian Kesehatan, BPOM dan IPB mengumumkan susu formula yang tercemar tersebut.
Namun, ketiganya menolak dengan beberapa alasan antara lain pertimbangan etika, penelitian belum teruji pada manusia tetapi pada tikus, dan belum ditemukan kasus bayi yang terinfeksi enterobacter setelah mengkonsumsi susu.
Utamakan ASI
Belajar dari kasus ini, bayi sebaiknya diberi ASI. Jika ASI tak langsung keluar setelah melahirkan, orangtua maupun dokter tak perlu buru-buru memberi susu formula kepada bayi. Bayi punya daya tahan hingga tiga hari sejak dilahirkan tanpa ASI dari ibunya. "ASI adalah susu terbaik, bukan saja karena kandungannya, tetapi juga dalam kemasan steril," kata Badriul.
Selama proses menunggu itu sebaiknya bayi terus didorong mencecap payudara ibunya. Cara ini dapat merangsang keluarnya ASI dan semakin mendekatkan hubungan batin ibu dan bayi.
Selain itu, ibu juga harus yakin keunggulan dan kecukupan ASI-nya. Kenaikan berat badan bayi setiap bulan menandakan kecukupan ASI. Bayi lebih sering lapar adalah wajar karena ASI lebih mudah dicerna dan cepat mengosongkan lambung.
Bila ada alasan medik tertentu sehingga bayi terpaksa perlu susu formula maka orangtua tak perlu waswas. Syaratnya, prosedur penyiapan, penyimpanan, dan perlakuan terhadap susu formula harus benar.
Selama proses menunggu itu sebaiknya bayi terus didorong mencecap payudara ibunya. Cara ini dapat merangsang keluarnya ASI dan semakin mendekatkan hubungan batin ibu dan bayi.
Selain itu, ibu juga harus yakin keunggulan dan kecukupan ASI-nya. Kenaikan berat badan bayi setiap bulan menandakan kecukupan ASI. Bayi lebih sering lapar adalah wajar karena ASI lebih mudah dicerna dan cepat mengosongkan lambung.
Bila ada alasan medik tertentu sehingga bayi terpaksa perlu susu formula maka orangtua tak perlu waswas. Syaratnya, prosedur penyiapan, penyimpanan, dan perlakuan terhadap susu formula harus benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar